Naskah Drama
SIRI’ TAU PANRITA
( Ketika Hukum Adat Keluarga
Mulai Berbicara)
Drama ini mengangkat tema tentang budaya siri’
yang dijunjung tinggi dan sangat dijaga oleh masyarakat suku Bugis-Makassar. Nuansa
kedaerahan sangat kental di dalam karya ini, penggambaran tentang bagaimana
masyarakat Bugis-Makassar menyikapi dan menyelesaikan masalah yang sangat fatal
yang menyangkut harkat dan martabat keluarga.
Kelompok 1
XI IPA 1
ANGK.IX TAHUN 2015/2016
SMAN 1 MA'RANG
TAUFIK HIDAYAT : KARAENG TIRO
UMAR : CHANDRA ( keponakan karaeng
baso )
NASKAH : DAENG PUJI ( istri karaeng tiro )
ANGGI ASMIRA PUTRI : AJENG ( Putri kr.tiro dan kr.puji )
MIFTAHUL JANNAH : SARAS ( teman ajeng )
FITRAH : DAENG SITTI ( istri karang baso
)
AWAL SAPUTRA : KARAENG BASO
FIDIA SARI : DEWI ( anak kr.baso dan dg.sitti )
SYARIFAH MRYAM : TENRI ( sahabat ajeng )
HERIANTO : SANGKALA (Putra Kr.Tiro)
AGUS WANDI : LIMPO ( sahabat
sangkala )
YUSTIN ARYA DINANTAN : SAMPARA ( orang kepercayaan kr.tiro )
ST.HASRAJIA : MIRA ( Teman Sangkala
)
Kisah sebuah keluarga yang sangat
menjunjung budaya siri yang telah diwariskan oleh orang-orang terdahulunya / atau
keluarganya sejak dahulu. Namun seorang anak dari karaeng tiro melanggar dan
mengotori nama baik keluarganya.
ADEGAN I
Suatu hari diperusahaan tempat
karaeng tiro bekerja, terjadi keributan yang sangat heboh oleh karaeng tiro dan
sahabatnya karaeng baso karena masalah perusahaan yang mengalami kerugian
besar.
Kr. Tiro : kenapa ini bisa terjadi baso ? perusahaan kita rugi
besar kalau begini.
Kr. Baso : kau ini karaeng tiro, kerugian perusahaan kita ini karena
ulah konyolmu itu, seandainya kau tidak menjual asset
kita yang ada dibonto kamase itu.
Kr. Tiro : apa maksudmu baso ? ( geram )
Kr.baso : apa maksudku, katamu ? ini semua ulahmu,
seandainya kau tidak menjual asset itu secara diam-diam, perusahaan kita tidak
akan seperti ini tiro.(jawabnya dengan
tegas)
Kr. Tiro : jadi, kau menyalahkanku baso ? (teriak ) kurang ajar kau
baso.
ADEGAN II
Karaeng tiro dan karaeng baso pun
bermusuhan sejak saat itu, masalah keluarga ini disembunyikan oleh karaeng
tiro, dan istrinya daeng puji dari kedua anaknya.
Suatu
hari dirumah karaeng tiro, daeng puji sedang berbincang-bincang dengan
suaminya, kr,tiro.tiba-tiba daeng puji datang membawa secangkir kopi.
Dg. Puji : tetta, oh tetta…
Kr. Tiro : iye mamana, kenapaki ?
Dg. Puji : ( sambil meletakkan kopi ) tetta ? besarmi
anakta di…
Kr. Tiro : besarmi ia mamana, kah sarjanami, siapakah
?
Dg. Puji :
ia,ajeng tetta.
Kr. Tiro : ia, besarmi memang mamana.
Dg. Puji : tapi,
tetta.
Kr. Tiro : tapi, apa mamana ?
Dg. Puji : tidak
mau peki kasih menikahi, ajeng tetta ?
Kr. Tiro : (kaget) apa menikah ?
Dg. Puji : iye
tetta, kah tidak bae bedeng kalau perempuan sendirian lama-lama, nanti jadi perawan tuaki?
Kr. Tiro : edd, emma’na, sembaranna nabilang, mama
setiap ucapan itu adalah do’a, jadi hati-hatiki mama kalau bicara.
Dg. Puji : astaga
begitu paeng tetta, tabe tetta.
Kr. Tiro : adaji kah mau sama ajeng mama /
Dg.
Puji : astaga tetta
(berdiri) ajengmi itu dikejar-kejar sama laki-lakie, tapi ajeng kapile-pile duduki,
kembang desa roe ana’nue.
Kr. Tiro : ooh, begitu kah amma.
Dg. Puji : iye,
tetta.
ADEGAN III
Disisi lain ajeng yang telah
memiliki pujaan hati yang bernama Chandra, sedang berada dipinggir pantai,
terlihat mereka berbicara tentang hubungan mereka.
Chandra : ajeng ?
Ajeng : iye, kenapaki bang…
Chandra : maukah bertanya ?
Ajeng : apa bang….
Chandra : kita tau kenapa bumi itu bulat ?
Ajeng : nda tauka daeng, kenapa memangki…
Chandra : karena kalau bentuk love, kitaji yang berdua tinggl
didalamnya.
Ajeng : edd, abang
gombalji. Eh, daeng kapanki datang ke orang tuaku lamarkae ?
Chandra : tunggumi ajeng
Ajeng : itu terus kita bilang. Tunggu…tunggu…tunggu…
mau dibawah kemana hubunganta kalau
begini ?
MUSIK
Chandra : masalahnya hubunganta ini tidak direstui sama tettamu
ajeng.
Ajeng : iye wae, itu
tonji ia.eh, saya nanti bicara sama tetta supaya direstui ini hubunganta.
Chandra : iya, ajeng. Ayo pi makan dulu, laparka sedding.
Ajeng : ayomi daeng.
(
Tiba-tiba terlihat saras dan tenri lewat, dan secara tidak sengaja melihat Chandra
dan ajeng pergi berduaan)
Saras : tenri, mulihat ji tadi itu I
Chandra sama ajeng ? jalan berduaan ki, caiku sedding mitai.
Tenri : bah kuliatji,
kenapako kah kau yang pusing?
Saras : bagaimana nda pusing, na Chandra itu calonku.
Tenri : calon apa ?
Saras : calon suamiku, haha(Tertawa) calon apaha.
Tenri : io kah.
Saras : ia, orang
tuaku sudahmi bicara sama keluarganya. Sudahmi ayo pergi. (kesal)
(saras dan tenri pun pergi
meninggaalkan tempat itu)
Adegan 4
(sementara itu, dirumah karaeng
baso, sedang terjadi perbincangan antara daeng sitti dengan suaminya sedang
resah mencari keponakannya, Chandra)`
Kr. Baso : “Sitti…. Oo Sitti !
Dg. Sitti : Kenapaki, teriak-teriak, adaja he ! nda pergija”.
Kr. Baso : “Manai keponakanmu, Chandra ?
Dg.
Sitti : “Ah tiak kutauimi itu
orang, karena keluar nda bilang-bilang ! Tanya I beng Dewi(sambungnya)
Kr. Baso : “Astaga, itu anak !”
Dewii..
O Dewiii (memanggil Dewi) di manaki Nak?
Dewi : Iye, ko kaihe, magaki tetta ?
Kr. Baso : Mana Chandra ?
Dewi : Nda kutaui tettta, mungkin
pergi di pinggir pantai di sana sering kuliat kalau lewatka.
Kr. Baso : Pergiki pale panggilki, cepat !
Dewi : Edd, tetta panas matahari !
Kr. Baso : Panas memang !
Dewi : Hitamka nanti, rusak ki nanti kulitku, nda mauja.
Dg. Sitti : Dewi pergi meki nak, seorang anak yang baik itu tidak boleh
menentang perintah orang tuanya.
Dewi : Edd, ma…
Kr. Baso : Dewi,…. (geram)
(Dewi pun pergi ke pinggir pantai
untuk memanggil Chandra, namun tiba-tiba datang).
Chandra :
Assalamu’alaikum…
Kr. Sitti & Dewi : Waalaikum salam.
Dewi :
Eh, itu datangmi, dari tadi nacariki tetta. Untung cepatko pulang, baruka mau
panggilki. “ Tetta, adami Chandra “.
Kr. Baso : Eh,
adamo, dari mana saja kau ini nak ?
Chandra : Dari….
Situ tadi tetta, pinggir pantai.
Kr. Baso : Oh, apa
mu ambil di sana ?
Chandra : ketemu
sebentar sama Ajeng.
Kr. Baso : Ajeng,
siapa ?
Chandra : Anakna
Kr. Tiro tetta ?
Kr. Baso : Apa ?
tidak boleh, ini terakhir kau bertatap muka dengannya ?
Chandra : tapi,
kenapa tetta ?
Kr. Baso : sudah,
sekarang kamu pergi bersihkan dirimu. Kita akan pergi, saya sudah berbicara dengan
keluarga saras. Aku akan mempertemukanmu.
Chandra : tapi,
saya tidak mau tetta ?
Kr. Baso : sudah
sana cepat.
(karena
tidak mau pergi kerumah orang tua saras, Chandra pun pergi dari rumah untuk
menenangkan dirinya.)
ADEGAN V
(keesokan
harinya, ajeng membicarakan tentang hubungannya dengan Chandra didepan tettanya
dan ammanya, saat itu karaeng tiro (tettanya) sedang membaca Koran sambil
menikmati secangkir kopi, ditemani oleh istrinya).
Ajeng :
assalamu alaikum…
Kr. Tiro dan dg. Puji : waalaikum salam…
Dg. Puji : siniki
nak, ini anakta tetta kembang desa.
Kr. Tiro : hoo, cantik mentong anakta mama .
Dg. Puji : cantik
ha, ka mamanya juga cantik.
Kr. Tiro : jago ji juga servisnya.
Dg. Puji : io
belah…eh kenapaki pae nak ?
Ajeng :
(menggeleng)
Kr. Tiro : ajeng, sudahka cerita-cerita ini sama ammanu
nak, beginie maumaki dikasih menikah bedeng nak.?
Ajeng : apa,
menikah ? seriuski.
Dg. Puji : iye nak
krena besarmaki.
Kr. Tiro : sudahma juga bicara sama calon suaminu nak,
anaknya karaeng bollo. Dia itu
orang ternama di kota nak ? limpo namanya.
Ajeng : apa,
tetta ? tidak tetta, lebih baik Chandra mo kusuruh pi lamarka.
Kr. Tiro : siapa itu Chandra nak ?
Ajeng :
anakna karaeng parampa, keponakanna karaeng baso. (jawab ajeng dengan nada rendah).
Kr. Tiro : apa, keluarga dari karaeng baso, katamu ?
(kesel) tidak ajeng, tettamu ini tidak setu jika kau menikah dengan
Chandra. Kita tidak boleh menjalin hubungan
dengan keluarga dengan keluarga karaeng baso.
Ajeng :
tapi, tetta (sedih)
Dg. Puji : (mencoba
untuk menenangkan ajeng)
Kr. Tiro : tidak,
sekali tetta bilang tidak tetap tidak. sudah, pergi masuk kekamarmu, (perintahnya dengan sangat marah).
(karena
sangat kecewa ajeng pun pergi kekamarnya dan mengurung diri didalam kamar
selama satu hari satu malam dan berniat kabur dari rumah, keesokan harinya,
ajeng pergi dari rumah dan meninggalkan sebuah surat diatas mejanya)
(kemudian
dg. Puji membangunkan ajeng untuk shalat subuh namun ajeng tidak ada
dikamarnya, lalu dg, puji menemukan surat diatas meja ajeng)
Dg.
Puji : ajeng…ajeng…ajeng…
bangun nak, sudah hampir subuh. (sambil mengetuk pintu). Ajeng bangun. Lanjutnya.
(kemudian
dg. Puji membuka kamar ajeng, dan ternyata tidak terkunci)
Dg.
Puji : loh, tidak
dikunci. (bingung) surat ap ini,( mengambil surat dan membacanya, setelah membaca
surat itu dg. Puji berteriak memanggil kr. Tiro)
Dg. Puji : astaga…
ajeng. (sedih). Tetta…tetta…tetta…
Kr. Tiro : apa
mamakna, berteriak pagi-pagi ?
Dg.
Puji : ini tetta,
kaburki ajeng dari rumah, mungkin karena tidak mauki dijodohkan, sibawa pura toi inoko tetta. Maganiro..
Kr.
Tiro : Apa, amma
? lari dari rumah ? Masalah ini jangan sampai ada tetangga
yang tau biarkan kita selesaikan secara hukum
adat kita.
Kr.tiro :
tunggu dulu mamakna, kutelponki kakaknya.
Dg. Puji :
Ajeng………
ADEGAN VI
(Setelah
mendengar kabar itu, kr. Tiro sangat marah dan terpukul, setelah itu ia
mengabari anak putranya sangkala yang tinggal dikota)
Kr. Tiro :
(menelpon) halo, assalamu alaikum..
Sangkala : waalaikum
salam…ada apa ini tetta ?
Kr. Tiro :
Sangkala, pulangko sekarang.
Sangkala : kenapa,
tetta ada masalah apa ?
Kr.
Tiro : anrimmu
ajeng, pergi dari rumah, sama pacarna Chandra. Pokoknya pulangko sekarang.
Sangkala : iye
tetta. Saya akan pulang.
(kemudian
sangkala mengemasi barang-barangnya untuk pulang kekampung halamannya dibira,
sementara itu limpo datang menghampirinya).
Limpo : woe,
Sangkala mauko kemana ?
Sangkala : mauka
pulang.
Limpo : mauko
pulang kemana ?
Sangkala : kekampung
halaman limpo.
Limpo :
maksudmu ke bira.
Sangkala : ia limpo.
Limpo : memangnya
kenapaika, ada masalah ?
Sangkala : tidak,
ada urusan keluarga.
Limppo : apa, oh
tettamu sakit, atau ammanu ha yang sakit.
Sangkala : puah,
tidakji.
Limpo : terus
ada apa pae ?
Sangkal : nantipi
saya ceritakanko, kalau sudah kembalima.
Limpo : ok
pae
Sangkala : oh ia,
pergima pae dulu.
Limpo : Hati-hati ko
(sangkala
pun pergi meninggalkan limpo, dan keluar dari kamarnya. Ketika sangkala ke atas
mobil tiba-tiba midah datang menemui limpo)
Mira :
limpo, mania sangkala ?
Limpo
: terlambatko
wae, itue Sangkala baru-baru berangkat, mauki pulang kampong ada katanya urusan keluarga.
Mira :
apa, pulang kampung, kenapa tidak nukabarika dulu.
Limpo :
memangnya kenapaika ?
Mira
: astaga, eh
masalahnya, penting yang mana, skripsi atau keluarganya. Padahal janjianka mau
pergi bimbingan dirumahnya Prof. Rahmat inie.
Limpo
: nda taui,
mungkin keluarganya na dahulukan. Sudahmi, mauka dulu pergi main tenis meja.
Mira : Edd
Limpo. Pergi mi
(sementara
disisi lain Chandra dan ajeng kembali membahas tentang bagaiman hubungannya)
Ajeng :
Chandra, masa tetta najodohkanka sama seorang laki-laki dari kota.
Chandra : apa ?
saya tidak setuju.
Ajeng : saya
juga tidak mau, bagaimana pae kalau kita pergi.
Chandra :
maksudnya, kita pergi, silariang.
Ajeng : ia,
itu adalah jalan satu-satunya agar kita bisa bersama.
Chandra
: baiklah Ajeng,
kalau hanya itu jalan. Tapi bagaimana kalau daeng Sangkala mengetahuinya.
Ajeng : kenapa kalau daeng
Sangkala mengetahuinya? Apakah kau takut?
Chandra : tidak Ajeng! Aku tidak
takut!
Ajeng : sudah! Urusan daeng
Sangkala biarkan saja. Aku siap menanggung akibatnya!
Chandra : bukan hanya kau! Tapi
kita! Kita akan menanggung akibatnya!
(Ajeng
dan Chandra pun pergi silariang)
( keesokan harinya dirumah
karaeng tiro, terjadi keributan akibat ulah anak perempuannya. Setelah
mengetahui kabar itu, kr. Tiro memanggil sangkala dan sampara
Kr. Tiro : sangkala sini kamu nak.
(Dg Puji dan sangkala datang)
Dg. Puji : Ajeng…….sampai hati kau nak (sambil
memasang foto Ajeng)
Kr.
Tiro : sudah puji,
sini (melempanr foto Ajeng) ma’pakkasiri. Apa salahku nak, apa salah Tettamu
ini, nak dari kecil kau diajarkan budaya siri agar kau tetap menjadi anak Kebanggaan
tettamu ini. Tapi nak…!(teriak). Samapara ….ohh sampara (memanggil sampara ).
Sampara : ie
karaeng, tabe ada apa ?
Kr. Tiro : sudah
lama kau mengabdi padaku sampara.
Sampara
: hidupku hanya
untuk mengabdi kepadamu karaeng. Saya telah menganggap karaeng sebagai orang
tua saya sendiri.
Kr.
Tiro : terimah
kasih sampara, hari ini saya akan memberimu tugas bersama anakku sangkala.
Sampara : apa itu
karaeng. ?
Kr.
Tiro : sangkala
sini, bawa badik ini bersama kalian, cari Chandra dan ajeng sampai dapat, bunuh
mereka.
Sampara : siap
karaeng, demi nama baik keluarga karaeng, sya siap melakukan itu.
Kr.
Tiro : bagus, demi
menegakkan budaya siri dan menjaga nama baik keluarga ini, badik ini pantang
masuk ketempatnya sebelum darah penghianat mengalir diujung badik ini.
Sampara : baik
karaeng.
Kr. Tiro :
pergilah…
(
sampara dan sangkala pun pergi mencari Chandra dan ajeng ke kota )
ADEGAN VII
(
setelah kepergian ajeng bersama Chandra pasangannya, mereka pergi silariang.
Akhirnya ajeng dalam keadaan hamil ).
Ajeng : Chandra…
Chandra : ada apa ajeng.
Ajeng : aku takut Chandra, kalau daeng sangkala mengetahui
keadaan ini. Kalau kita lari dari
kampong.
Chandra : kalau begitu, kita kembali saja kebira, saya akan bertanggung
jawab. Kita akan
menjelaskan yang sebenarnya kepada tetta dan amma, daeng sangkala dan semuanya.
Ajeng : baiklah Chandra, besok kita akan kembali kebira.
Chandra : baiklah, ayo kita istirahat dulu.
(keesokan
harinya, ajeng dan Chandra kembali kebira bertemu dengan amma)
Ajeng : assalmu alaikum, amma..
Dg. Puji : waalaikum salam, ajeng ( berteriak dan menghampiri amma,
dan memeluknya). Dari mana saja kau nak, tettamu sangat
mengkhawatirkanmu.
Ajeng : minta maafkah ma..amma.
Chandra : saya juga minta maaf amma…
Dg. Puji : kenapa memangki nak, nak pergiki dari rumah.
Ajeng : karena tetta amma, tidak nasetujui hubunganku dengan
Chandra amma. Ini semua bukan
salah Chandra, aku yang membujuk Chandra.
Dg. Puji : sudah nak, tettamu sangat marah melihatmu seperti ini.
(kr.
Tiro mendengar keributan yang terjadi dirumahnya, kr. Tiro yang sejak tadi
berada dikamarnya, akhirnya keluar karena penasaran).
Kr. Tiro : amma, siapa yang datang itu ?
(
tiba-tiba ia melihat ajeng dan Chandra berada dirumahnya ).
Kr. Tiro : ada apa ini, kenapa kalian datang kerumah ini. Aku sudah
tidak menganggap ajeng sebagai
anggota keluarga ini. Dan kau Chandra ( sembari menunjuk Chandra ) berani- beraninya kau datang,
menginjakkan kakikmu dirumahku ini, setelah kau membawa lari ajeng.
Ajeng : tapi tetta, ini bukan salah Chandra.
Kr. Tiro :
sudah.
(
tiba-tiba sangkala dan sampara datang dan melihat ajeng dan Chandra berada
dirumahnya )
Sangkala : Chandra, ( mengeluarkan badik ) beraninya kau.? ( Chandra
pun mengeluarkan badiknya dari celana ).
Ajeng : tidak daeng, jangan ( mencoba menahan sangkala )
Sangkala : minggir kau ajeng, penghianat ini harus mati, ia telah
mempermalukan tetta.
Sampara
: minggir ndi ajeng, biar daeng
sangkala yang melakukan tugasnya, bunuh dia menunjuk kearah Chandra.
Sangkala : ( berjalan menuju Chandra, dengan ragu-ragu ) tapi,
sampara …saya tidak bisa.
Sampara : kenapa daeng sangkala.
(
kejadian itu tak sengaja disaksikan oleh Saras dan Tenri, setelah mengetahui
hal itu Saras segera memberitahukan berita tersebut ke keluarga Kr. Baso )
Saras : Assalamu’alaikum (2x) karaeng ! (tergesa-gesa)
Kr. Baso : wa’alaikum salam. Ada apa nak Saras?
Saras : Chandra…. Chandra, karaeng !
Kr. Baso : ada apa dengan Chandra ?
Saras : (mengambil nafas panjang) maui di bunuh sama Daeng
Sangkala !
Kr. Baso : apa ? bagaimana bisa ?
Tenri : di dapatki silariang sama Ajeng karaeng.
Kr. Baso : apa katamu ? Sitti…. Dewi….. ( memanggil anak dan
istirinya ).
Dewi&Dg. Sittti : iye, Tetta.
Dewi : kenapai tetta ?
Dg. Sitti : ayo kita pergi ke rumah Karaeeng Tiro sekarang !
Dg. Sitti : memangya ada apa ?
Kr. Baso : sudah, ayo !
( mereka pun pergi ke rumah Kr.
Tiro, sesampainya disana Kr. Baso melihat Chandra terpojok oleh Sangkala dan Sampara dan melihat tubuh
Chandra penuh dengan darah).
Ajeng : tidak daeng, jangan ( mencoba menahan sangkala )
Sampara : minggir ndi ajeng, biar daeng sangkala yang melakukan tugasnya
( kemudian sampara menghampiri
sangkala dan mengambil badik yang ada ditangan sangkala dan menusuk Chandra ).
Ajeng : Chandra, ( teriak ) tidak, ( ajeng menangis melihat
mayat Chandra ).
( Kemudian keluarga kr.Baso,
Saras, dan Tanri menghampiri mayat Chandra dan menangisinya)
Pesan Moral :
1.
Ini
membuktikan bahwa budaya siri na paccce dalam adat suku bugis sangat dijunjung
tinggi.
2.
Jangan
sekali-kali membantah perintah orang tua.
3.
Setiap
ucapan adalah do’a, do’a seorang ibu akan selalu di ijabah oleh Allah swt.
4.
Berrfikir
sebelum bertindak, agar tidak menyasal akhirnya.
5.
Tetaplah
menjadi seorang yang dibanggakn oleh keluarga.
SELESAI
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tuliskan Kritik dan Saran anda